Showing posts with label Story. Show all posts
Showing posts with label Story. Show all posts

Thursday, May 6, 2010

Kisah Awal Sosro Family

Bisnis keluarga yang tetap subur hingga generasi ketiga. Cerdas mengantisipasi pasar di tengah persaingan yang kian ketat.

Logo SosroRIBUAN botol plastik hijau itu bergerak dalam irama teratur di atas jalur roda berjalan. Lalu, plop, plop, plop: letupan mesin memasangkan plastik kemasan ke satu per satu botol yang berisi teh amat panas. Antrean lantas menjalar ke mesin berikut yang memasangkan tutup botol. Dari sini jalur roda bergerak lagi menuju pengemasan akhir. Maka jadilah teh botol merek Joy Tea Green, yang siap dikirim ke jutaan konsumen di seluruh Indonesia serta mancanegara.

Ilustrasi kecil di atas melukiskan satu rantai kecil di lini produksi PT Sinar Sosro, raksasa teh siap minum buatan Indonesia. Satu ikon Sosro yang luas dikenal adalah Teh Botol Sosro. Joy Tea Green, yang dirilis dua tahun lalu, pun telah menjadi salah satu produk unggulan Sinar Sosro. ”Sudah punya pasar sendiri,” ujar Joseph Soewito Sosrodjojo.

Joseph, 43 tahun, adalah generasi ketiga Sosrodjojo—kini Presiden Direktur PT Sinar Sosro. Dia menerima Tempo di pabrik teh Sosro di Jalan Cakung, Bekasi, Jawa Barat, pada Kamis, 10 September lalu. Joseph menuturkan ihwal kakeknya, Sosrodjojo, yang membangun cikalbakal minuman ini di Slawi, Jawa Tengah, pada 1940. Juga tentang jatuh-bangunnya usaha keluarga mereka.

Kini, dalam usia hampir tujuh dekade, Sinar Sosro tampaknya kian bersinar. Varian produknya tumbuh dari minuman teh seperti STee, Fruit Tea, TEBS, Joy Tea Green, dan merambah ke produk minuman non-teh, umpamanya air mineral Prim-A, Happy Jus, dan Country Choice. Menurut Joseph, mereka berupaya mengeksplorasi tren minuman untuk tiap generasi—sebagai salah satu strategi bisnis. ”Ketika penggemar teh rasa buah muncul, kami meresponsnya dengan Fruit Tea mulai 1997,” tuturnya. Tapi tulang punggung perusahaan tetaplah Teh Botol Sosro—keputusan yang bukan tanpa alasan.

Riset media Nielsen mencatat, Teh Botol Sosro menguasai 70 persen pasar minuman nasional. ”Angka ini stabil sejak lima tahun lalu,” kata Joseph. Direktur Riset Jasa Retail Nielsen, Yongky Surya Susilo, menyebutkan bahwa pasar teh siap minum nasional selama Januari-September tahun lalu mencapai Rp 17,14 miliar, atau tumbuh 27,7 persen dibanding periode yang sama pada 2007. Indikasi lain adalah belanja iklan produk teh. Selama Januari-Juli 2009, iklan produk teh mencapai Rp 52,1 miliar, naik 52 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Omzet penjualan Sinar Sosro pada periode 2008 mencapai Rp 1,8 triliun—Rp 9 miliar berasal dari nilai ekspor. Sosro memang bertahan memimpin pasar di tengah persaingan ketat. Posisi Teh Botol Sosro yang terus bertahan di peringkat pertama penjualan tak bisa dipisahkan dari fi losofi produk Sosro, yaitu Niat Baik.

Sosrodjojo melahirkan fi losofi ini dengan tujuan menghasilkan minuman yang aman bagi kesehatan serta ramah lingkungan. Seluruh produk Sosro tak memakai zat pewarna, bahan pengawet, serta pemanis buatan. Hanya gula pasir dan daun teh hijau hasil racikan PT Gunung Slamat—anak usaha Holding Rekso yang berfokus pada lini produksi teh kering siap saji—dari perkebunan Cianjur, Garut, Pangalengan, dan Tasikmalaya.

Soegiharto Sosrodjojo, ayah Joseph, hingga kini masih turun tangan menguji racikan daun teh di Slawi. Ketatnya uji mutu itu untuk memastikan rasa Teh Botol Sosro—muncul pertama pada 1974—tak berubah. Jaringan distribusi
adalah kekuatan lain Sinar Sosro. Kini seluruh pelosok Indonesia akrab dengan Teh Botol Sosro. Ketua Asosiasi Minuman Ringan Suroso Natakusumah menilai masifnya jaringan Sosro hingga ke pelosok daerah membuat Teh Botol Sosro sulit tersaingi. Harga adalah faktor berikutnya. ”Orang tua dan om-om saya bilang, jual teh jangan lebih mahal dari ongkos parkir. Harga segitu yang dapat dijangkau konsumen,” kata Joseph. Dia menambahkan, kini target mereka lebih mengoptimalkan kapasitas produksi pabrik ketimbang memperluas pasar domestik.

Alasannya? Kapasitas mesin produksi 1 miliar liter per tahun di 10 pabrik Sinar Sosro baru terpakai 70 persen. Joseph juga ingin menggenjot pasar ekspor yang dirintisnya sejak 2000. Toh, dia mengaku tidak ngoyo dan masih akan bergerak di angka ekspor 5 persen. Regenerasi manajemen Sosro juga terus dilakukan. Pengembangan perusahaan tak lagi melulu diurus oleh pihak keluarga, tapi juga para profesional dari luar. ”Yang terpenting fondasi harus kuat. Kami pertahankan fi losofi Niat Baik dan aturan berbisnis yang benar. Seperti jangan curang, tepat janji, jangan ngemplang utang, serta etos kerja yang baik,” kata Joseph.

Pengamat kuliner Bondan Winarno, yang intens mengamati sepak terjang bisnis Teh Sosro, mempunyai catatan untuk perusahaan ini. Mereka harus lebih sigap mengantisipasi pasar, seperti ketika air minum dalam kemasan Aqua muncul. Sosro, menurut Bondan, tak pernah membayangkan air putih bisa jadi bisnis yang meledak. Ketika Sosro merilis air minum kemasan Prim-A, ”Ya, langkah dia sudah terlambat,” kata Bondan. ”Begitu juga saat Teh Sosro ’menganggap remeh pemain baru’ teh celup Sariwangi,” Bondan menambahkan. Ketika Sariwangi sudah besar, Sosro berniat membelinya, lagi-lagi sudah terlambat, keduluan Unilever,” kata Bondan.

Padahal, untuk mengejar penjualan Sariwangi di retail modern, menurut Bondan, bukan soal mudah bagi Sosro.

***
teh botol
SOSRODJOJO memulai usaha teh wangi merek Cap Botol pada 1940 di Slawi dan Tegal, Jawa Tengah. Ketika itu sudah banyak pemain lawas. Sosro lantas memindahkan kantor pusatnya ke Jakarta pada 1965. Ini langkah berani dengan sejumlah risiko. Sosro tua harus pasrah ketika bisnisnya di Pekalongan, Brebes, dan Tegal yang sudah kuat dicaplok para pesaing seperti Teh Gopek dan Teh Tjatoet.

Di Jakarta, Soetjipto Sosrodjojo (anak keempat Sosrodjojo) mulai mengenalkan teh buatan keluarga ini melalui Promosi Cicip Rasa di pusat-pusat keramaian. Menggunakan mobil, mereka memutar lagu-lagu guna menarik massa.

Lalu Teh Wangi Cap Botol—merek Sosro ketika itu—dibagikan cuma-cuma. Ada pula demo menyeduh teh. Tapi, karena butuh waktu lama, banyak penonton bubar sebelum mencicip. Teknik kedua, menyeduh teh di kantor lalu dibawa ke tempat keramaian. Tapi air teh dalam panci banyak tumpah karena jeleknya kondisi jalan saat itu. Teknik ketiga, memasukkan minuman teh ke dalam botol bekas limun atau kecap yang sudah dibersihkan. Nah, cara ini
memuaskan konsumen. ”Ini juga menjawab sindiran masyarakat kenapa menjual teh cap botol di cangkir,” ujar Joseph.

Proses pembotolan teh pada masa itu amat sengsara. Teh direbus dan dijual pada pagi hari. Petangnya, para salesman harus mengambil botol-botol teh yang tak laku. Sebab, jika dijual keesokan harinya, teh itu sudah basi. Ada juga cara teh dibotolkan dan direbus, tapi hanya awet tujuh hari.

Baru pada 1970, setelah bertahun-tahun Program Cicip Rasa dilakukan, keluarga Sosrodjojo meluncurkan teh siap minum merek Teh Cap Botol Softdrink Sosrodjojo. Desain botolnya berubah pada 1972. Lalu pada 1974 desain botol kembali berubah dengan merek Teh Botol, seiring dengan lahirnya PT Sinar Sosro: pabrik teh siap minum pertama di Indonesia dan dunia.

Saya menulis permintaan maaf ini tanpa dipaksa ataupun dibayar dengan apapun.
Saya bisa mengelak dengan mengatakan bahwa menyebarnya hoax Teh Botol Sosro adalah konspirasi dari orang-orang yang tidak menyukai saya. Lalu mereka menyebarkan tulisan sensitif yang pernah saya buat ke khalayak umum.
Tapi lebih baik menimpakan semua kesalahan kepada saya daripada mencari-cari kambing hitam.
Seperti sudah dijelaskan, Hoax Hydroxylic Acid menyebar tanpa sengaja. Tulisan tersebut awalnya hanya sebuah contoh untuk menjelaskan negative approach dalam beriklan. Hydroxylic Acid dibuat dengan pemikiran serius, bukan iseng-iseng waktu makan malam.
Pemilihan Teh Botol Sosro sebagai contoh untuk hoax marketing bukanlah disengaja untuk menjatuhkan citra teh botol ini. Kebetulan saja hoax yang diambil sebagai contoh adalah hoax hydroxylic acid, dan teh botol sosro cocok dipakai sebagai model karena bahan bakunya hydroxylic acid (air)
Tulisan itu sudah dikawal dengan hati-hati. Saya mengirimnya ke mailing list CCI sebagai prototype. Mailing list ini tertutup dari khalayak banyak dan dimoderasi dengan hati-hati pula oleh para moderator. Saya juga sudah pasang wanti-wanti untuk tidak menyebar email tersebut keluar dari mailing list
Tapi yang luput dari perhatian saya, dan menjadi kesalahan besar saya, adalah adanya pihak lain yang menyebarkan email ini tanpa sepengetahuan saya dan tanpa konfirmasi.
Saya menyatakan turut menyesal jika tulisan tersebut mempengaruhi citra Teh Botol Sosro. Sebenarnya saya bisa saja melarikan diri dari tanggung jawab, namun sebagai konsumen setia teh botol sosro saya merasa harus menjelaskan semua ini dari awal permasalahannya. Teh Botol Sosro sama sekali tidak beracun. Hydroxylic acid sama sekali tidak beracun.
Demikian permintaan maaf ini saya buat tanpa perlu diminta oleh Teh Botol Sosro.

Sosrodjojo

Seperti dikutip website perusahaan, usaha ini bermula pada 1940. Saat itu,  Sosrodjojo, ayah Soetjipto, memulai usahanya di sebuah kota kecil di Jawa Tengah, Slawi. Pada saat memulai bisnisnya, produk yang dijual adalah teh kering dengan merek Teh Cap Botol. Pemasarannya masih terbatas, hanya seputar Jawa Tengah saja.

Sosrodjojo mulai memperluas bisnisnya. Pada 1953, dia berani merambah ke Jakarta. Saat itu, di Jawa Tengah, Teh Cap Botol sudah sangat terkenal.

Sosrodjojo menggunakan strategi 'Cicip Rasa'. Dia membagikan contoh produk di ibukota. Dia datang ke pasar-pasar untuk memperkenalkan Teh Cap Botol dengan cara memasak dan menyeduh langsung di tempat. Setelah seduhan tersebut siap, teh dibagikan kepada orang-orang yang ada di pasar.

Namun, cara ini kurang berhasil karena teh yang telah diseduh terlalu panas dan proses penyajiannya terlalu lama, sehingga pengunjung di pasar yang ingin mencicipinya tidak sabar menunggu.

Sosrodjojo pun memutar otak. Ia tidak lagi menyeduh teh langsung di pasar. Tetapi teh dimasukkan dalam panci-panci besar yang selanjutnya dibawa ke pasar dengan menggunakan mobil bak terbuka. Lagi-lagi cara ini kurang berhasil karena teh yang dibawa, sebagian besar tumpah dalam perjalanan.

Evolusi Teh Botol SosroAkhirnya muncul ide untuk membawa teh yang telah diseduh itu dikemas ke dalam botol yang sudah dibersihkan. Ternyata cara ini cukup menarik minat pengunjung, karena selain praktis juga bisa langsung dikonsumsi tanpa perlu menunggu tehnya dimasak.

Pada 1969 muncul gagasan teh siap minum dalam kemasan botol. Pada 1970, teh dalam kemasan botol diproduksi masal. Setelah usaha ini pesat, pada 1974 keluarga Sosro mendirikan PT Sinar Sosro yang mengelola pabrik teh siap minum dalam kemasan botol pertama di Indonesia. Bahkan, Sosro mengklaim, teh kemasan botol merupakan yang pertama di dunia.

Model botol untuk kemasan Teh Botol Sosro mengalami tiga kali perubahan, masing-masing pada 1970, pada 1972, dan terakhir pada 1974. Desain terkhir hingga kini masih dipertahankan.

***

Pendiri Teh Botol SosroKini, sejak awal 1990, bisnis ini mulai dikelola oleh Generasi Ketiganya, cucu Sosrodjojo. Inovasi pun terus dilakukan. Mereka tak hanya memasarkan Teh Botol saja. Mereka merambah dengan dengan teh aneka rasa, air minum dalam kemasan, hinga jus dalam kemasan.
Semua usahanya dikelola melalui dua perusahaan.  PT Sinar Sosro, perusahan yang memproduksi Teh Siap Minum Dalam Kemasan. Produk-produknya adalah Tehbotol Sosro, Fruit Tea Sosro, Joy Tea Green Sosro, TEBS, Happy Jus, dan Air Minum Prim-A. Serta PT Gunung Slamat, perusahaan yang memproduksi Teh Kering Siap Saji. Produk-produknya adalah Teh celup Sosro, Teh Cap Botol, Teh Poci, Teh Terompet, Teh Sadel, Teh Sepatu, dan Teh Berko
 
Themes by sosro sosro l sosro